I’m Zisthy
Perjalanan
Cinta Seorang Gadis Remaja
SINOPSIS
Zisthy,
murid pindahan dari bandung. Saat masuk SMA Garuda Pusaka ia langsung jatuh
cinta pada pandangan pertama pada seorang kakak kelasnya, Didi. Namun, Rega
cinta pertamanya dulu tiba-tiba datang dan menjadi teman sekelasnya. Wah kok
bisa? Gimana nih? Zisthy harus milih Didi atau Rega? Menurut insting kalian
gimana? Daripada mikirin terus, mending baca deh biar gak bingung!
Saat
angin berlari
Ketahuilah
bahwa aku ada untuk memelukmu
Saat sang
surya menyinari
Ketahuilah
bahwa aku selalu memandangmu
Saat
hujan membasahi bumi
Ketahuilah
aku mengejarmu
Kuingin
kau tau aku menanti
Kuingin
kau sadar aku berharap
Kuingin
kau merasa bila aku mendamba
Hati
yang lama kosong
Kini
telah terisi
Karena kuingin
kau membalas cintaku
Memberi
hatimu dan menyadariku
/PROLOG
Matahari bersinar seperti kemarin-kemarin
yang tanpa basa-basi meluncurkan cahaya panasnya kebumi. Matahari tampak tak
kelihatan lelah menyorot isi bumi pada siang hari. Beda dengan Zisthy, hari ini
dia kelihatan sangat kelelahan. Beberapa lorong sudah dia jelajahi, namun
hasilnya nihil!!! Zisthy belum juga menemukan sebuah ruangan yang menampung
sekitar 30 orang sepertinya.
Susahnya jadi anak baru, semuanya harus
ditanyain! Tapi gw harus nanya ke siapa? Lagian mana ada orang yang berkeliaran
saat jam segini?.
“Maaf dik! Adik gak masuk kelas?” Tanya seorang
yang begitu asing dimata Zisthy. Mungkin
dia salah satu guru disekolah ini, gimana kalo gw tanya ke dia aja. Mungkin aja
dia tau kelas gw.
“Maaf pak sa…” belum sempat Zisthy lanjutkan
kata-katanya, bapak itu langsung menyerobot mengambil kata–kata Zisthy
selanjutnya.
“Adik bisa antar saya ke ruang guru?”
What? Berarti dia bukan guru dong, gila
gimana nih! Masa anak baru harus telat sih! Tapi, gw bisa sekalian nanya sih ke
guru.
“Iya Pak! Mari!”
Zisthy pun mengantarkan bapak itu keruang
guru dengan selamat, aman, damai dan sentosa. Dan dia pun diantarkan oleh seorang
guru piket kekelas barunya. Deg,deg, mungkin itu suara petasan yang dibakar.
Eh,bukan! Itu suara jantung Zisthy yang terasa gugup. Untung juga nolong orang! Sekarang gw
dianterin deh kekelas. Tapi gw bakal dapat teman baik gak yah?
***
/SATU
Dua
bulan kemudian….
Sedan kuning bernomor polisi B 5171 SH
berhenti di depan gerbang SMA Garuda Pusaka. Seorang cewek berkulit putih,
berwajah cantik, dengan rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai terlihat
memanah hati setiap cowok yang melihatnya, membuka pintu mobil dan bergegas
turun. Ya! Siapa lagi kalau bukan Zisthy, anak baru dua bulan kemarin bakal
menjadi cewek terpopuler disekolah barunya. Namun, sayangnya dia sama sekali
tak merasa bahwa dirinya diidolakan setiap cowok di SMA itu.
“Zisthy…” teriak seorang cewek yang
memanggil-manggil namanya. Dengan senyuman yang ia pancarkan Zisthy menengok ke
arah suara itu. Di belakang terlihat Inez berlari kecil kearah Zisthy.
“Ada
apa?” Tanya Zisthy.
“PR Bahasa udah belum? Gw belum nih.” Tutur
Inez.
“Bahasa apa? Bahasa kan banyak! Ada bahasa Indonesia, Inggris, Arab, Sunda,
Jepang, Batak, Jawa. Nah, sekarang loe tinggal pilih mau yang mana?” Tanya
Zisthy meledek.
“Ya, Zisthy! Loe gitu banget sih sama sobat
sendiri,” Ujar Inez.
“Ok! Tapi ini yang terakhir kali, lain kali
loe harus ngerjain PR sendiri.” Tegas Zisthy
***
Bel istirahat berbunyi, ya tanda kebahagiaan
bagi seluruh siswa di SMA Garuda Pusaka. Karena saat bel seluruh siswa kelas X,
XI, maupun XII keluar untuk ke kantin tapi ada juga yang hanya membaca buku di
taman sekolah. Dikelas X8, Zisthy terlihat sibuk mengaduk-aduk isi
tasnya. Entah apa yang dia cari.
“Kenapa Zis, ada yang hilang?” Tanya Inez
santai.
“Yupz! Selembaran kertas yang kemarin hilang,
loe lihat gak?” Tanya Zisthy panik.
“Oh… loe tenang aja lagi,” jawab Inez, “kita
kekantin aja yuk! Laper nih.” Ajak Inez
“Gimana mau tenang! Ntu kertas berarti banget
buat gw. Sekarang loe malah ngajak gw kekantin!” Omel Zisthy.
“Ntar gw jelasin dikantin deh.”
Dengan perasaan terpaksa, Zisthy mengikuti
Inez ke kantin.
***
“APA…?” teriak Zisthy tak percaya.
Semua mata tertuju pada mereka berdua sesaat
dan kembali melanjutkan aktivitas mereka masing-masing. Bagaimana tidak Zisthy
tak teriak, sahabatnya Inez telah melakukan hal gila dalam hidupnya. Inez
menyelipkan selembaran kertas itu dikolong meja Didi, kakak kelasnya. Orang
yang selama ini Zisthy idamkan saat pertama kali bertemu dia. Oh No! ini gak mungkin, pasti Inez becanda
sama gw. Tapi kalo beneran iya… mati bediri deh gw!!! Cinta yang selama ini gw
pendam sendiri, sebentar lagi bakal jadi gossip terhangat satu sekolah…
“Tenang Zis, gw cuma pengen ngebantu loe doang
kok!” Jelas Inez menenangkan hati sobatnya.
“Gila loe. Ini sih namanya bukan ngebantu
tapi nyelakain sobat sendiri.” Emosi Zisthy mulai meledak keluar.
“Tenang, besok pagi loe datang lebih awal
sebelum anak-anak lain datang. Gw bakal tunggu loe di depan kelas Didi, loe
taukan kelas dia? Kelas XII yang ada di ujung lorong sana.” Jelasnya sambil
menunjuk kelas Didi.
***
Malam yang begitu sunyi untuk seorang gadis
yang sedang dilanda tragedi cinta, menambah kegalauan hati sang cewek yang
sedang jomblo. Selembaran yang berisikan isi hati Zisthy, kini telah jatuh
ketangan pria idamannya, Didi. Huh, gawat nih! Bisa-bisa besok gw gak
bakalan yang namanya masuk sekolah!
Saat
angin berlari
Ketahuilah
bahwa aku ada untuk memelukmu
Saat
sang surya menyinari
Ketahuilah
bahwa aku selalu memandangmu
Saat
hujan membasahi bumi
Ketahuilah
aku mengejarmu
Kuingin
kau tau aku menanti
Kuingin
kau sadar aku berharap
Kuingin
kau merasa bila aku mendamba
Hati
yang lama kosong
Kini
telah terisi
Karena
kuingin kau membalas cintaku
Memberi
hatimu dan menyadariku
To : Didi
Yupz, puisi itu tertulis pada selembaran
kertas yang udah Inez ambil dari tas Zisthy. Entah besok apa yang terjadi
setelah Didi membaca selembaran kertas itu.
***
/DUA
Kriing…Kring… suara jam beker bernyanyi
mendayu-dayu dikamar Zisthy, membangunkan dirinya dalam mimpi indah semalam.
Dengan mata yang masih terkantuk ia pergi ke kamar mandi.
***
Disekolah, Inez sudah berada didepan kelas Didi.
“Zisthy…” panggil Inez dengan suara lantang.
Zisthy berlari kecil ke arahnya, kepalanya
terlihat menatap sekelilingnya. Tak ada orang sama sekali, kecuali dia, Inez
dan seorang satpam di gerbang.
“Ya, kenapa Nez?” Tanya Zisthy
terengah-engah.
“Nih!” jawab Inez, menyodorkan sehelai surat yang terbungkus
rapi.
Zisthy menerima surat itu, dan bergegas ke kelas bersama
sobatnya. Surat
yang terbalut amplop warna pink itu lalu dibuka dan dibaca oleh Zisthy, matanya
terbelalak melihat tulisan kata demi kata itu. Bagaimana tidak, kata-kata ini
sepertinya balasan dari puisinya kemarin.
Omong
kosong dengan segala teori
Yang kau
berikan padaku
Jauh
darimu…
Menuntutku
tau keberadaanmu…
Kau
bagaikan kelopak putih yang jatuh saat hujan…
Hati Zisthy sedikit sakit, namun terasa lega.
Sobatnya yang sedari tadi ikut membaca kata-kata itu, mulai berkomentar dan
menyuruh Zisthy membalas puisi dari Didi.
“Tadi gw ambil dari kolong meja Didi, soalnya
kemarin gw tulis kalo mau balas taruh kolong mejanya. O,iya. Mending loe balas
lagi deh puisi dia ntu! Kalo bisa dari lubuk hati loe yang paaaling dalam!”
jelas Inez lebay.
“Loe sih enak, tinggal nyuruh-nyuruh. Gw pusing
tau! Lagian kenapa sih loe ngelakuin hal sebodoh ini?” Tanya Zisthy
uring-uringan.
Sunyi senyap saat itu. Namun tak lama sunyi
itu terpecahkan karena ada seorang cewek masuk keruang kelas. Dia Desy, cewek
yang lumayan centil dikelas X8.
***
Dikelas XIIipa1…
“Di, loe udah balas puisi dari cewek pengagum
loe?” Tanya Iwan.
“Udah dan sekarang surat itu udah hilang dikolong!” jawab Didi.
“Oh…” Iwan mengangguk.
Dalam raut wajah Didi, terlihat ia seperti
orang kebingungan. Yupz, mungkin karena puisi Zisthy kemarin. Tapi, mungkin
juga dia lagi ada masalah sama ceweknya. Eh, tunggu! Cewek?? What? Didi punya
cewek? Diakan udah putus sama ceweknya, gara-gara ceweknya selingkuh. (Oh no,
kasian banget!)
***
Papan tulis terlihat bersih mengkilap di
depan kelas X8. Sunyi sepi itulah yang dirasakan oleh setiap guru
maupun siswa yang lewat. Bagaimana tidak, Bu Rani mengadakan ulangan dadakan
Matematika. Terlihat Zisthy begitu santai mengerjakan soal demi soal yang ia baca,
angka-angka yang berderet pada kertas itu sudah dia bereskan. Walau ada sedikit
kendala pada sobatnya yang duduk disebelah.
“Zis, gw liat nomor 8 dong! Gw tinggal 1
doang nih,” pintanya menyenggol sikut Zisthy.
“Sory ya. Menurut gw, loe pasti bisa ngerjain
nomor 8 ntu, soalnya nomor itu bagi gw yang paling gampang,” jawab Zisthy dan mengumpulkan lembar jawaban ke meja Bu
Rani.
“……”
***
Jam pulang sudah berbunyi dari tadi, namun Zisthy
dan sobatnya belum juga pulang. Yupz, apalagi kalau bukan mau naruh sehelai surat di kolong meja.
“Zis, gw liat dulu dong!” pinta Inez.
“Nih, tapi buruan yah!” ujar Zisthy, lalu
menyodorkan kertas itu.
Kau bilang aku bagaikan kelopak putih yang
jatuh saat hujan…
Namun kau salah besar
Karena bagiku aku hanya bunga yang ada
ditepi jalan
Yang tak akan ada mengerti aku
Aku hanya bisa menatap senyummu
Memandang semua tentangmu…
Akankah kau akan menyadari keberadaanku…
Walau kau bilang aku menuntut
Tapi aku rasa tidak…
Karena cintaku tak menuntut
Tetapi mengerti…
“Mungkin
keberadaanku membuatmu kalut! Maaf ku ucapkan padamu untuk yang pertama maupun
yang terakhir. Tak usah kau hiraukan tulisan-tulisanku ini, karena aku tak akan
mengganggu dirimu untuk selamanya”
“Keren juga puisi loe,” puji Inez.
“Biasa aja,” jawab Zisthy malu.
“Eh, tunggu-tunggu…kok ada tulisan kayak
gitunya?”
“Gapapa!”
***
/TIGA
“Nez, pulang sekolah nanti anter gw ke toko
buku yah!” pinta Zisthy.
“OK! Pulang dulu atau langsung nih?” Tanya
Inez.
Tak ada satu kata pun yang terucap di bibir
Zisthy, yang ada dia diam terpaku. Matanya seakan menimbulkan perasaan yang
sedang cemburu. Inez yang merasakan suasana itu, matanya langsung mencari-cari
insiden itu. Terlihat mereka memperhatikan sepasang manusia yang sedang bercakap
ria.
“Kakak mau ke kelas yah?” Tanya Desy
“…” laki-laki itu hanya mengangguk.
“hati-hati ya, kak!” ucap Desy manja dan
melambaikan tangannya.
Ternyata
yang membuat geram hati Zisthy adalah mereka, Desy dan Didi.
“Udahlah
Zis, tabah aja yah,”
“Siapa
yang cemburu emang?” Zisthy membalikkan perkataan sobatnya.
***
/EMPAT
Dua minggu kemudian…
Hari ini terlihat cuaca sangat cerah. Beda
dengan hati seorang gadis yang bernama Zisthy, yang begitu mendung saat ini dan
terasa matanya ingin menghujani pipi yang begitu imut yang ia miliki. Hati yang
ia miliki seketika hancur berkeping-keping, raganya terasa berat tuk melangkahkan
kaki, bibirnya terasa hambar tuk menjelaskan apa yang ia rasakan. Di sudut
kantin ia menangis dalam hadapan sobatnya, Inez.
“Nez, kenapa sih gw harus suka sama Didi?
Orang yang selalu acuh kalo ngeliat gw. Kenapa nggak cowok lain yang selalu
baik sama gw? Andi misalnya, apa gw salah kalo suka ama dia?” Tanya Zisthy
tersedu-sedu menghapus air matanya.
“Tenang aja ya, Zis. Loe gak salah kok, setiap
orang bisa ngerasain yang namanya jatuh cinta. Dan cinta itu selalu datang
tanpa kita undang terlebih dahulu, maupun kepada siapa kita mencintai
seseorang. Terkadang cinta bisa ngebawa kita dalam kebahagiaan tapi juga bisa
menyayat hati seseorang yang tak bisa mengerti cinta. Denger ya Zis, cinta itu
gak selalu harus memiliki kok. Mungkin suatu saat nanti, loe bakal nemuin cowok
yang lebih dan lebih baik dari Didi,” panjang lebar Inez menjelaskan pada
Zisthy dan menenangkan sobatnya.
“Thanks ya, Nez. Mungkin ucapan loe ada benernya
juga! Tapi kenapa Didi harus jadian sama Desy? Dan kenapa juga Didi gak ngerti
perasaan gw?”
“Zisthy, sobat gw yang manis, cantik, imut,
baik, pinter, jangan nangis lagi yah. Lagian masalah Didi jadian sama Desy
itukan cuma gosip, jangan terlalu loe pikirin deh! Dan satu lagi, Didi gak
bakalan ngerti perasaan loe.” tutur Inez.
“Kenapa???”
“Karena loe dan Didi selalu jauh, dan lagi
Didi gak tau kalo loe suka sama dia. Ngerti?”
Memang
benar yang dikatakan Inez, Didi mana mungkin ngerti perasaan gw! Tapi, masalah
Desy… tetap aja hati gw sakit. Hampir setiap hari gw lihat mereka ngobrol di
sekolah. Dan yang paling gw kesal, pas gw memergoki mereka pulang bareng.
Serasa dunia gw udah hancur tak tersisa.
***
Hati gadis itu sudah sedikit membaik, walau
terasa ada beberapa yang mengganjal hatinya. Zisthy berjalan dikoridor sekolah
dengan santai, menatap sekelilingnya. Tak ada yang menarik perhatian maupun
pendengarannya, namun saat ia melihat kembali kedepan…Wow! Seperti mimpi rasanya,
Didi menatap dan tersenyum padanya! Dia balas senyuman dengan tatapan yang ia buat
manis untuk laki – laki itu, namun Didi kembali menunduk dan Zisthy pun tak
menghiraukan kejadian itu karena ia sangat kesal pada yang satu ini. Terlihat
olehnya segerombol anak cewek sedang bergosip ria, ia hampiri mereka.
“Guys, tau gak? Katanya nih, Didi pernah main
kerumah Desy loh!” ucap salah satu cewek.
“Masa sih? Didi yang kakak kelas itukan? Kapten
basket yang terkenal dikalangan anak cewek!” Tanya cewek satu lagi.
What??? Kenapa ini??? Baru aja gw ngelayang
gara-gara Didi, sekarang gw ngedenger berita gak enak kayak gini! Tapi, buat
apa Didi main kerumah Desy? Bukannya mereka gak pacaran??.
“Wah, hebat banget ya si Desy. Bisa dapetin
kakak kelas secakep itu!” puji seorang cewek yang ada disitu.
“Emang waktu hari apa Didi main kerumah
Desy?” Tanya Zisthy jutek.
“Kalo nggak salah sih… hari rabu kemarin!”
“Oh…” jawabnya datar.
“Loe kok cuma oh? Itukan berita OK banget!”
Tanya cewek itu.
“Gak juga! Lagian gw tau kok asal-usul kenapa
Didi main kerumah Desy.” Jawab Zisthy menjelaskan.
“Gimana…gimana?? Ceritain dong!” pinta mereka
bersamaan.
“Rahasia!” jawab Zisthy dan pergi
meninggalkan mereka.
“Rese loe, Zis.”
Terdengar suara cewek-cewek itu mendumal
tentang diri Zisthy. Namun, Zisthy tak menghiraukannya, dia tetap terus
berjalan tanpa membalas dumalan cewek-cewek itu. Pasti Didi gak main kerumah Desy, pasti waktu itu Didi Cuma
nganterin Desy pulang dan gak lebih dari itu. Pikir Zisthy menenangkan diri. Tapi,
gimana kalo bener-bener iya? Terus gimana kalo waktu itu Didi nembak Desy? Bisa
gawat nih, lagian akhir-akhir ini mereka keliatan akrab banget. Pikiran Zisthy makin kacau tak bisa
dikendalikan.
***
Dikelas, terasa nyaman dan damai. Hari ini
pembagian hasil tes minggu lalu oleh Bu Rani. Hati Zisthy berdebar-debar
menunggu namanya dipanggil. Namun, disisi lain dia selalu saja dihantui
bayangan Didi saat ia menatap dan tersenyum pada dirinya. Benar-benar untuknya
seorang.
“Desy Septiany…” panggil Bu Rani.
“Iya,” Desy maju dan mengambil hasil tesnya
“Kamu harus belajar yang lebih rajin lagi!”
ucap Bu Rani.
Hah? Mata Zisthy terbelalak, terdengar
nasihat dari Bu Rani yang ia ucapkan untuk Desy. Memang kalo soal pelajaran,
Desy kurang menguasai. Tapi dalam masalah cowok, ia lebih pintar dari seorang
gadis yang bernama Zisthy.
“Denger tuh, Gak mungkinlah Didi suka sama
Desy. Mending loe deh daripada dia!” kata Inez.
“Jangan gitu. Cinta itu gak mandang bulu! Mau
dia cantik, jelek, pinter, bodoh, itu hak seseorang untuk memilih pasangannya.”
Jelasnya.
***
/LIMA
Matahari saat ini tak tampak, hanya awan yang
terlihat mendung menghiasi langit. Sepertinya, langit tau perasaan seorang
gadis bernama Zisthy akhir-akhir ini. Dia dan Inez hari ini tak pulang bareng,
karena hari ini pacar Inez di Bandung akan pulang ke Jakarta. Dan ia harus menjemputnya ke
bandara, moment yang mengesankan bagi setiap pasangan. Entah hari ini mengapa Zisthy
ingin berjalan kaki pulang kerumah. Padahal rumahnya cukup jauh untuk ditempuh
dengan berjalan kaki. Saat dia tiba disebuah jalan yang sedikit sepi dan menakutkan,
ia melewati beberapa preman, tapi preman itu mengejar dirinya dan
menghalanginya untuk kabur. Zisthy berteriak minta tolong, namun ia rasa tak ada
orang yang mendengar. Matanya merah, tak terbendung akhirnya ia memejamkan mata
dan menangis. Saat ia membukakan matanya
kembali, waw! Preman-preman itu sudah tidak ada, yang ada hanya sesosok cowok
yang tak asing lagi. Cowok yang membuat seorang Zisthy menangis karenanya.
“Kak Didi? Kok kakak ada disini?” Tanya
Zisthy terbata-bata karena masih shyok.
“Tadi aku kebetulan lewat,” jawabnya.
“Makasih ya, mungkin kalo nggak ada kakak…”
belum sempat Zisthy lanjutkan.
“Sst…” Didi menempelkan telunjuknya pada
bibir Zishty. “Jangan ngomong kayak gitu yah,” ucapnya.
“…”
“Sekarang aku anterin kamu pulang yah?” tawar
Didi.
“Gak usah kak, aku lagi pengen jalan kaki kok,”
tolak Zisthy.
“Kenapa? Biasanya kamu bareng Inezkan naik
mobil. Kalo nggak bareng Inez kamu biasanya naik taxsi,” Tanya Didi.
“Aku juga nggak tau, kenapa hari ini aku
ingin jalan kaki,” jawab Zisthy polos.
Airmata terus saja menggenangi pipi gadis itu,
tak terasa sehelai saputangan telah menampar pipinya dengan lembut. Sunyi
senyap sesaat diantara mereka. Tiba-tiba langit menangis, mungkin ia merasa iba
dan kasihan pada gadis yang sedang galau oleh seorang lelaki yang takkan
membalas perasaannya. Bersamaan dengan hujan, air matanya ikut berjatuhan.
“Pulang yuk!” ajak Didi.
“Ya,” hanya itulah kata yang dilontarkan pada
lelaki yang berada dihadapannya. Tak ada kata lain lagi yang keluar dari
mulutnya. Zisthy menaiki motor itu dan melaju pergi kerumahnya. Gadis itu
memeluknya erat dan terus menangis hingga matanya merah dan tak bisa
mengeluarkan airmata lagi.
***
Malam begitu kelam, Zisthy mengambil diary
kesayangannya. Dan mulai mencurahkan isi hatinya…
Dear
Didi…
Sengaja
kurangkai kata untuk menyatakan hatiku padamu. Tapi, tak mungkin rangkaian kata
ini ku serahkan untukmu. Karena ku tau, kau tak pantas untuk tau isi hatiku.
Dari
awal bertemu denganmu, kurasakan butiran-butiran simpati jatuh dihatiku yang
tumbuh menjadi benih-benih cinta. Awal bertemu yang begitu mengesankan.
Aku
yakin, kau akan bingung akan pernyataan yang ku tulis ini. Mungkin juga kau
merasa aku menuntutmu agar tau keberadaanku. Namun kau salah besar, karena
cintaku tak menuntut tapi mengerti.
Detik-detik
kujalani tanpa beban dihatiku. Karena dirimu, tawamu, candamu selalu menghiasi
lamunanku.
Aku
ingin kau merasakan apa yang ku rasa. Jatuh cinta padamu…hal paling menakjubkan
bagiku…karena itulah awal aku mengenal CINTA.
***
/ENAM
Setelah kejadian itu, Zisthy sangat enggan
melihat Didi. Saat berangkat, dia selalu datang saat bel berbunyi. Istirahat, ia
memilih untuk tak keluar kelas. Bel pulang, dirinya memilih untuk langsung
pulang sebelum Didi keluar kelas. Lagian, kedekatan Didi dengan Desy masih sama
dengan yang dulu. Tapi pada pandangan Zisthy, Didi sedikit menjauh dari Desy.
“Zis, ke Mall yuk! Anter gw beli baju.” Ajak
Inez.
“Gak ah!” jawab Zisthy singkat.
“Zis, loe kenapa sih akhir-akhir ini loe gak
pernah keluar kelas saat istirahat dan loe juga selalu pulang buru-buru saat
bel pulang bunyi. Kenapa sih loe? Sekarang loe udah mulai tertutup sama gw,
padahal biasanya loe selalu cerita masalah loe ke gw,” ucap Inez marah.
“Bukan maksud gw buat…”
“Alah, bilang aja sekarang loe udah bosenkan
sobatan sama gw?” Tanya Inez dan berlari keluar.
“Nez tunggu!” panggil Zisthy mengejarnya.
Namun Inez tak menghiraukan panggilannya, mungkin
ia benar-benar marah pada Zisthy.
“Nez, ok sekarang gw bakal ikut ke mall dan
ceritain semua yang terjadi sama gw akhir - akhir ini.” Teriak Zisthy mencoba
menjelaskan dan menghampiri sobatnya.
Inez tersenyum dan berkata, “Ayo Masuk!” dan
membuka pintu mobilnya.
***
“Bener Zis?” Tanya Inez semangat.
Setelah Zisthy menjelaskan apa yang terjadi
kemarin-kemarin termasuk soal Didi.
“…” Zisthy hanya mengangguk.
“Kayaknya, dia juga suka deh sama loe?” kira
Inez.
“Gak mungkinlah, Nez. Mana bisa Didi suka ama
gw? Lagian sekarang Desy sama Didi masih keliatan akrab. Malahan kelakuan Desy
makin centil didepan Didi dan sok caper didepannya,” bantah Zisthy.
“Iya juga sih,” terlihat ia sedikit berpikir.
Sejenak mereka terdiam, Zisthy menatap
sekeliling kafe itu. What??
Itu bener-bener Didi? Gak mungkin, pasti cuma halusinasi, pikirnya.
“Zis, loe kenapa?” Tanya Inez membuyarkan
pandangannya.
“Ta…tadi gw liat Didi sama Desy,” ucap Zisthy
ragu.
“Masa? Dimana?” tanyanya semangat.
“Itu disitu!” tunjuk Zisthy, namun keberadaan
Desy dan Didi sudah tak tampak.
“Gimana kalo kita cari tau?” usul Inez.
Zisthy hanya mengangguk, dan akhirnya mereka
berdua benar-benar membuntuti Didi dan Desy. Saat mereka masuk kedalam toko aksesoris
dan mainan cewek, hati Zisthy sudah terasa berat untuk dibawanya. Ingin rasanya
hatinya ia simpan dulu di rumah. Mereka melihat sosok Desy dan Didi tertawa
ceria bersama. Mereka memilih-milih boneka yang begitu lucu. Kenapa ini? Apa mereka benar-benar pacaran?
Dan sekarang mereka sedang kencan?.
***
“Udahlah Zis, hal kayak gitu gak usah loe
pikirin!” suruh Inez, membuyarkan lamunan Zisthy.
Walau Inez mengatakan seperti itu, tapi tetap
saja sobatnya itu memandang ke bawah dekat jendela. Ya, saat itu mereka sedang
ada dirumah Zisthy. Dia melihat beberapa pasangan yang melewati rumahnya,
begitu mesra kelihatannya. Teet…teet… suara bel pintu rumah Zisthy, namun dia
tak membukakan pintu karena malas. Dan akhirnya Inez yang membukakan pintu.
“Maaf mbak, apa benar ini rumah nona Zisthy?”
Tanya pria separuh baya itu.
“Iya, benar. Ada apa ya, pak?” Tanya Inez.
“Ini ada kiriman bunga untuk nona Zisthy, dan
tolong tanda tangani disini!” pinta bapak itu memberikan bunga dan menunjukkan
selembar kertas yang harus ditanda tangani.
Setelah menanda tangani, Inez langsung
berlari kearah kamar Inez. Dan berteriak tak karuan.
“Zis…Zisthy…” teriaknya.
“Ada
apa sih? Penting yah teriak-teriak dikamar gw?”
omelnya sensi.
“Liat deh Zis,” ujar Inez senang.
“Apaan sih?” Zisthy membalikan badannya
kearah Inez. “Wah! Bagus banget bunganya? Loe dapet dari mana?” Tanya Zisthy
memuji.
“Dapet dari pengirim bunga, ini bunga buat
loe lagi!” jelas Inez.
Zisthy mendekati keberadaan Inez, yang tak
jauh darinya. Ia melihat kartu ucapan yang terselip di bunga itu. ‘Aku kangen
sama kamu’ itulah kata-kata yang tertera dikartu itu. Dan saat matanya tertuju
pada nama pengirimnya, dia terlonjak kaget. Bagaimana bisa dia tau alamat rumah gw? Padahal gw gak ngasih
alamat baru gw ke dia, kecuali Clarissa, sepupu gw.
“Zis, loe kenapa?” Tanya Inez.
“I…ini yang ngi…rimnya, cowok yang pernah gw
suka dulu. Rega, kenapa dia bisa ngirim bunga ini? Padahal gw udah berusaha
ngelupain dia dan sekarang gw suka sama Didi, tapi kenapa Rega datang lagi ke
kehidupan gw?”
***
/TUJUH
Matahari sudah memancarkan sinarnya kebumi,
dengan gagahnya ia memanaskan isi bumi (ga sampe hangus!). Hari yang cerah bagi
semua orang, namun tak secerah dengan keadaan sekarang. Semua siswa berbaris
dengan rapi, kepala sekolah telah membuang kata demi katanya kepada mereka.
Keringat telah membasahi sekujur tubuh, namun kepala sekolah yang berada
didepan tetap saja tak menghiraukan mereka.
“Anak-anak, ada kabar gembira untuk kalian
semua!” ucap Kepala sekolah.
Mendengar ucapan tersebut anak-anak menjadi
heboh dan antusias, termasuk Zisthy.
“Hari ini kalian kedatangan teman baru, dia
pindahan dari Bandung!”
tambah kepala sekolah.
Sedangkan dibarisan Zisthy, terdengar siswa
maupun siswi berbisik-bisik.
“Emang siapa sih anak barunya? Kok ampe
diumumin pas upacara gini?” Tanya salah satu cewek disana.
“Gak tau, anak pejabat kali,” tandas
temannya.
Namun didepan lapangan…
“Mari nak, silahkan!” mohon kepala sekolah.
Tak lama, muncul sesosok cowok yang begitu
keren dan cool menghampiri kepala sekolah. Semua mata tertuju padanya, dan saat
Zisthy perhatikan kedepan…… TIDAK!!! Oh No! matanya, postur tubuhnya, cara
berjalannya… dia… adalah Rega. Apa??
Rega? Kok bisa Rega pindah kesekolah yang sama denganku?.
“Nama saya Rega, saya pindahan dari Bandung!” ucapnya
memperkenalkan diri.
***
Dikelas…
“Zis, dulu di bandung loe satu sekolah yah sama Rega?”
Tanya salah satu cewek.
Cewek-cewek dikelas Zisthy berkerumun
dimejanya, ia begitu mual, pusing dan terasa ingin muntah. Semua cewek-cewek
itu mengintograsinya satu per satu. Tanggal lahir Rega lah, hobinya, cewek tipe
dia kayak gimana, warna favorit, alah pokoknya banyak deh. Nih cewek-cewek pada rese banget sih? Gak
tau yah, dulu gw juga pernah suka sama
Rega dan nyari informasi tentangnya mati-matian. Enak aja sekarang gw kasih tau
ke mereka.
“Iya!” jawabku singkat.
“Terus…terus…?” lanjut cewek itu.
“Dia lahir tanggal 14 februari, hobinya main
basket, tipe cewek yang dia suka……baik, sederhana, gak centil, n yang paling
penting dia nggak terlalu merhatiin penampilan luarnya cewek melainkan inner
beauty yang dimiliki sang cewek dan yang terakhir dia suka warna ungu!” jelas
Zisthy panjang lebar, walaupun semua jawaban itu ia asal jawab.
Teet…teet… bunyi bel, Pak Irawan sudah
diambang pintu beserta Rega. Cewek-cewek yang tadi berkerumun dimeja Zisthy
sudah berlarian ketempat masing-masing. Widih…kok bisa Rega sekelas sama gw?
“Zis, pangeran zaman kibenen loe dateng tuh!”
bisik Inez meledek.
“Apa sih?”
***
Dua hari kemudian…
Hari ini seperti bencana bagi gadis yang
bernama Zisthy, semua cewek berterima kasih padanya. Sedangkan dia tidak tahu
apa penyebabnya.
“Thanks ya Zis,” ucap kesekian cewek.
“Makasih buat apa sih?” Tanya Zisthy heran.
“Masa loe gak tahu? Kemarin gw ngasih dia
sepatu basket warna ungu dan ternyata dia suka banget sama sepatu itu. Yah,
kemarin juga banyak sih yang ngasih hadiah ke Rega. Malah ada juga cewek yang
pura-pura baik didepan Rega,” jelas cewek itu padanya.
“Oh, iya sama – sama !” jawab Zisthy.
Wih, kok bisa Rega suka warna Ungu dan
sejak kapan dia main basket?
Gedubrak!!!
“Auw…” rintih Zisthy kesakitan.
“Sory, gw gak sengaja!” ucap cowok itu
mengulurkan tangannya.
“Hah, Rega?” ucapnya kaget. Zisthy langsung
berdiri.
“Eh, Zisthy! Kok loe tahu sih gw suka warna
ungu dan suka main basket? Loe tau dari mana? Jangan-jangan loe suka yah sama
gw?” Tanya Rega mendekatinya.
Zisthy langsung lari meninggalkan Rega di
koridor sekolah dan langsung menyusul Inez dikantin.
***
/DELAPAN
Entah apa yang terjadi kemarin-kemarin pada
Didi, sekarang dia mulai sering menyapa Zisthy. Gosip tentang dirinya pacaran
dengan Desy pun dia jelaskan pada Gadis itu dan ternyata mereka itu hanya
berteman. Dan akhirnya pun mereka terkadang mengobrol ria. Aneh! Seperti ada keajaiban yang sedang
mengelilingiku. Tapi, syukurlah akhirnya aku bisa akrab dengan Didi.
***
Hari-hari Zisthy lewati seperti biasa,
matahari masih saja menyinari bumi. Tapi, seperti ada yang ganjil dihidup
Zisthy kali ini. Semenjak ia akrab dengan Rega, Didi semakin lama semakin
menjauh dari Zisthy. Ada apa ini, kok bisa jadi kayak gini?
“Kak, kakak kok sekarang jarang ketemu aku
sih?” Tanya Zisthy.
“Aku sibuk! Udah yah, aku mau kekelas ada
tugas!” jawabnya dan meninggalkan Zishty.
***
/SEMBILAN
Tiga
bulan kemudian…
Makin lama, Zisthy semakin terpuruk. Rega
begitu baik padanya, beda sekali dengan tempo dulu. Zisthy bahagia dengan sikap
perubahan Rega, bahagia sekali. Namun disisi lain, ia terhimpit. Ternyata
perasaannya tak bisa dibohongi, rasa itu ia pikir akan lenyap dengan sekejap
tapi yang ada rasa itu semakin dalam menggali hati Zisthy. Ia tak bisa jauh
dari Didi! Walau akhir-akhir ini dirinya akrab dengan Rega, bukan berarti dia
suka dengan Rega.
“Loe kenapa sih Zis?” Tanya Inez sambil
memilih aksesoris yang ia suka.
“Ah, nggak kok! Aku nggak kenapa-napa!” jawabnya
kaget.
***
Matahari terlihat bersedih, ia tak
memancarkan sinarnya kebumi. Yang ada hanya awan-awan hitam yang menutupi sang
surya. Dijalan Zisthy dan Inez mengobrol ria, namun tiba-tiba obrolan mereka
terhenti. Kami melihat orang berkerumun ditengah jalan.
“Nez, kayaknya ada yang kecelakaan deh!” ucap
Zisthy.
“Iya, liat yuk!” ajak Inez.
Mereka pun menyusup ke sela-sela kerumunan
itu, terlihat seorang cowok berseragam putih abu-abu.
“Cepat tolong dia!” teriak salah seorang dari
mereka.
Entah apa yang menarik raga Zisthy untuk
menghampiri cowok itu. Zisthy perlahan membuka helm yang terbalut di kepala
cowok itu. Dan ternyata…Didi.
“Didi, kok bisa? Kenapa, kenapa semuanya
harus terjadi? Kak bangun…” teriak Zisthy mengguncang-guncang tubuhnya. “Kak,
plis…aku sayang banget sama kakak. Kak, kakak! TIDAK!!!”
***
Dirumah sakit, Zisthy tak bisa berpikir
dengan realis. Semuanya kacau dan buyar. Inez yang dari tadi memandanginya
mondar-mandir didepan pintu, mengusulkan agar menelepon Rega. Tanpa pikir panjang,
Zisthy langsung meraih hp nya di ransel.
“Hallo, Rega?” sapa Zisthy.
“Iya, kenapa Zis?” Tanya Rega di seberang sana dengan santai.
“Reg, Didi. Didi…” belum sempat Zisthy
merangkai kata-katanya.
“Didi kenapa? Ada apa dengan dia?” Tanya Rega ikut panik.
“Didi…Didi kecelakaan Reg” jawab Zisthy
sedih.
“Apa? Sekarang loe ada dimana? Biar sekarang
gw kesana nyusul loe!”
“Di…Rumah Sakit Harapan Sehat!” jawab Zisthy
singkat.
Tuut…tuut…sambungannya dengan Rega terputus,
mungkin Rega langsung kesini.
“Gimana?” Tanya Inez.
“Bentar lagi dia datang.” Jawabnya lemas.
Satu jam kemudian dokter keluar dan berbicara
pada Zisthy, begitu cemas yang dirasakannya saat ini.
“Apa anda yang bernama Zisthy?” Tanya dokter
“Iya, saya Zisthy. Ada apa ya, dok?”
“Teman anda memanggil nama anda berulang kali,
sebaiknya anda menemui teman anda, mungkin ada yang mau dibicarakan.” Jawab
dokter
“Baik dok.” Jawabnya. “Nez mau masuk gak?” Tanya
Zisthy.
“Gw tunggu disini aja, kayaknya Didi mau
bicara penting deh.” Tolak Inez.
Ketika hendak masuk, dari kejauhan ada yang
memanggil nama Zisthy.
“Zisthy………tunggu,” panggil Rega dari
kejauhan.
“Rega……akhirnya kamu datang juga, sebentar
ya, dok.” Ucap Zisthy kaget.
“Sory lama, tadi jalanan macet banget.”
“Reg……sekarang kita masuk aja yuk!”
“Zisthy…Zisthy…” Didi memanggil-manggil nama
Zisthy.
“Iya, Kak. Aku ada disini, nich Rega juga datang,
tadi aku telepon dia terus dia langsung kesini.” Jawab Zisthy.
“Reg, gw mau ngomong sama loe.” Ucap Didi
tiba-tiba.
“Iya, kenapa Di?” Tanya Rega mendekat.
“Rega, gw mohon kalo gw nggak ada, loe harus jagain
Zisthy dan jangan sekali-kali loe nyakitin perasaan dia.” Ujar Didi.
“Didi…loe nggak boleh ngomong gitu, yang
berhak dicintai Zisthy itu loe, bukan gw. Gw sadar kok Di, selama ini loe cinta
bangetkan sama Zisthy. Gw juga sadar kalo selama ini gw selalu merebut apa yang
loe punya. Loe sayangkan sama Zisthy. Di, ayo bertahan. Loe itu cowok, jangan
nyerah gitu dong! Loe jangan pergi, seharusnya gw yang pergi, bukan loe.”
Panjang lebar Rega menjelaskan semua nya dengan nada menyesal.
“Tunggu, ada apa ini? Kok kalian ngobrol
kayak gitu? Terus apa maksud dari Rega selalu merebut apa yang Didi punya?”
Tanya Zisthy penasaran sambil mendekati mereka.
“Sory Zis, selama ini aku nggak pernah bilang
ini sama kamu. Sebenarnya kita berdua itu saudara tiri.” Jelas Didi.
“Apa???” teriak Zisthy tak percaya.
Suasana menjadi hening dan sunyi, Zisthy
hanya bisa terdiam mendengar pernyataan Didi. Apa? Mereka saudara tiri? Kenapa, kenapa kejadiannya harus kayak
gini sih?
“Didi, bertahan Di. Maafin gw kalo selama ini
gw nyusahin loe.” Ujar Rega membuyarkan lamunan gadis itu.
“Kakak!!! Kakak kenapa? Pliss kak, jangan
tinggalin aku. Aku sayang banget sama Kakak,” ucap Zisthy memegang tangan Didi.
“Hidupku tinggal hitungan detik, Zis. Aku ingin
kamu belajar mencintai orang yang mencintai kamu yah. Yaitu Rega, kamu harus
ngelupain aku dan membuka lembaran baru dengan Rega.” Jelas Didi panjang lebar
sambil mempersatu kan tangan Zisthy dan Rega. Dan … Didi pun menghembuskan
nafas terakhir.
“Kak……Kakak kamu harus tetap hidup, kamu nggak
boleh pergi ninggalin aku…” ujar Zisthy lirih sambil memeluk Didi.
“Didi, begitu cepat loe pergi ninggalin
kita.” Kata Rega
***
Akhirnya Zisthy mengikuti perintah Didi yaitu
harus mencintai Rega, begitu juga dengan Rega. Walaupun Zisthy pernah menyukai
Rega, tapi rasa itu sudah hilang dan sekarang dirinya harus belajar mencintai
Rega. Karena dalam diri dan lubuk hati Zisthy hanya ada satu cinta yaitu Didi.
***
/EPILOG
Seminggu setelah pemakaman Didi, Zisthy
selalu kerumahnya seminggu sekali untuk membereskan tempat tidurnya. Dan
berkunjung menemui Rega. Dikamar Didi Zisthy merenung, betapa bahagianya dulu
saat-saat bersama Didi. Tak disangka air mata Zisthy membasahi pipi, ia sudah
tak bisa membendung air matanya lagi.
“Udah dech, yang lalu biarlah
berlalu. Biarkan Didi pergi dengan tenang.” Hibur Rega yang baru masuk.
“Aku sayang banget sama Didi. Aku
nggak bakal ngehapus namanya dari dalam hatiku.”
Tiba-tiba Rega memeluk Zisthy, Zisthy
menangis di pelukan Rega. Begitu hangat ketulusan hati Rega untuknya bisa ia rasakan
disini.
“Gw nyesel, Zis. Begitu banyak
pengorbanan Didi yang dilakuin buat gw.” Ujar Rega
Sekarang,
Zisthy dan Rega mencoba untuk saling mencintai satu sama lain karena itu adalah
permintaan Didi yang terakhir pada
mereka. Ya……walaupun Didi tidak bisa hilang dari benak diri Zisthy, tapi mereka
berdua sudah bisa memahami satu sama lainnya.
***
Rega Love Zisthy
Akan Selalu ABADI Walau Kau Takkan
Bisa…
Hatiku adalah hatimu
Sayangku selalu untukmu
Rasaku ada dalam rasamu
Ragaku telah menjadi milikmu
Bagiku hanya satu yang abadi
Yaitu…CINTA
Cintaku padamu
Dan Cintamu padaku
Dimana hanya CINTA yang bisa
Yang takkan MUSNAH
Hmmm…… cerita ini emang sedikit mirip dengan kisah gw waktu sma,
dan sengaja gw buat supaya gw selalu bisa ngenang dia………… meskipun hati gw
sakit buat ngingetnya tapi itu kenangan termanis buat gw.. hahaha lucu emang.
Karena gw terlalu terobsesi dengan dia, karena bagi gw dia itu cowok yang perfect
dimata gw. Beda ma cowo laen, walaupun dia itu gag pernah meduliin
gw????????????? Hey kamu, iya kamu, kapan gw bisa ketemu lo lagi??? Udah 3 taun
w ga ngeliat lo… gw Cuma bisa liat poto loe, status loe di fb, kegiatan lo,,
nyadar gag sih lo w perhatiin???
Ya Allah, gw Cuma pengen satu dariMu,, gw Cuma pengen dia sadar
kalo gw tu ada, gw Cuma pengen jadi temennya………………………
(Hahaha, lucu yah. Itu tulisan saya beberapa tahun yang lalu. Baru
saya publikasikan sekarang.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar