Translate

Jumat, 29 Mei 2015

CERPEN - Im Zisthy



I’m  Zisthy
Perjalanan Cinta Seorang Gadis Remaja
SINOPSIS
Zisthy, murid pindahan dari bandung. Saat masuk SMA Garuda Pusaka ia langsung jatuh cinta pada pandangan pertama pada seorang kakak kelasnya, Didi. Namun, Rega cinta pertamanya dulu tiba-tiba datang dan menjadi teman sekelasnya. Wah kok bisa? Gimana nih? Zisthy harus milih Didi atau Rega? Menurut insting kalian gimana? Daripada mikirin terus, mending baca deh biar gak bingung!




Saat angin berlari
Ketahuilah bahwa aku ada untuk memelukmu
Saat sang surya menyinari
Ketahuilah bahwa aku selalu memandangmu
Saat hujan membasahi bumi
Ketahuilah aku mengejarmu
Kuingin kau tau aku menanti
Kuingin kau sadar aku berharap
Kuingin kau merasa bila aku mendamba
Hati yang lama kosong
Kini telah terisi
Karena kuingin kau membalas cintaku
Memberi hatimu dan menyadariku
/PROLOG

Matahari bersinar seperti kemarin-kemarin yang tanpa basa-basi meluncurkan cahaya panasnya kebumi. Matahari tampak tak kelihatan lelah menyorot isi bumi pada siang hari. Beda dengan Zisthy, hari ini dia kelihatan sangat kelelahan. Beberapa lorong sudah dia jelajahi, namun hasilnya nihil!!! Zisthy belum juga menemukan sebuah ruangan yang menampung sekitar 30 orang sepertinya.
Susahnya jadi anak baru, semuanya harus ditanyain! Tapi gw harus nanya ke siapa? Lagian mana ada orang yang berkeliaran saat jam segini?.
“Maaf dik! Adik gak masuk kelas?” Tanya seorang yang begitu asing dimata Zisthy. Mungkin dia salah satu guru disekolah ini, gimana kalo gw tanya ke dia aja. Mungkin aja dia tau kelas gw.
“Maaf pak sa…” belum sempat Zisthy lanjutkan kata-katanya, bapak itu langsung menyerobot mengambil kata–kata Zisthy selanjutnya.
“Adik bisa antar saya ke ruang guru?”
What? Berarti dia bukan guru dong, gila gimana nih! Masa anak baru harus telat sih! Tapi, gw bisa sekalian nanya sih ke guru.
“Iya Pak! Mari!”
Zisthy pun mengantarkan bapak itu keruang guru dengan selamat, aman, damai dan sentosa. Dan dia pun diantarkan oleh seorang guru piket kekelas barunya. Deg,deg, mungkin itu suara petasan yang dibakar. Eh,bukan! Itu suara jantung Zisthy yang terasa gugup. Untung juga nolong orang! Sekarang gw dianterin deh kekelas. Tapi gw bakal dapat teman baik gak yah?
***
/SATU

Dua bulan kemudian….
Sedan kuning bernomor polisi B 5171 SH berhenti di depan gerbang SMA Garuda Pusaka. Seorang cewek berkulit putih, berwajah cantik, dengan rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai terlihat memanah hati setiap cowok yang melihatnya, membuka pintu mobil dan bergegas turun. Ya! Siapa lagi kalau bukan Zisthy, anak baru dua bulan kemarin bakal menjadi cewek terpopuler disekolah barunya. Namun, sayangnya dia sama sekali tak merasa bahwa dirinya diidolakan setiap cowok di SMA itu.
“Zisthy…” teriak seorang cewek yang memanggil-manggil namanya. Dengan senyuman yang ia pancarkan Zisthy menengok ke arah suara itu. Di belakang terlihat Inez berlari kecil kearah Zisthy.
“Ada apa?” Tanya Zisthy.
“PR Bahasa udah belum? Gw belum nih.” Tutur Inez.
“Bahasa apa? Bahasa kan banyak! Ada bahasa Indonesia, Inggris, Arab, Sunda, Jepang, Batak, Jawa. Nah, sekarang loe tinggal pilih mau yang mana?” Tanya Zisthy meledek.
“Ya, Zisthy! Loe gitu banget sih sama sobat sendiri,” Ujar Inez.
“Ok! Tapi ini yang terakhir kali, lain kali loe harus ngerjain PR sendiri.” Tegas Zisthy
***
Bel istirahat berbunyi, ya tanda kebahagiaan bagi seluruh siswa di SMA Garuda Pusaka. Karena saat bel seluruh siswa kelas X, XI, maupun XII keluar untuk ke kantin tapi ada juga yang hanya membaca buku di taman sekolah. Dikelas X8, Zisthy terlihat sibuk mengaduk-aduk isi tasnya. Entah apa  yang dia cari.
“Kenapa Zis, ada yang hilang?” Tanya Inez santai.
“Yupz! Selembaran kertas yang kemarin hilang, loe lihat gak?” Tanya Zisthy panik.
“Oh… loe tenang aja lagi,” jawab Inez, “kita kekantin aja yuk! Laper nih.” Ajak Inez
“Gimana mau tenang! Ntu kertas berarti banget buat gw. Sekarang loe malah ngajak gw kekantin!” Omel Zisthy.
“Ntar gw jelasin dikantin deh.”
Dengan perasaan terpaksa, Zisthy mengikuti Inez ke kantin.
***
“APA…?” teriak Zisthy tak percaya.
Semua mata tertuju pada mereka berdua sesaat dan kembali melanjutkan aktivitas mereka masing-masing. Bagaimana tidak Zisthy tak teriak, sahabatnya Inez telah melakukan hal gila dalam hidupnya. Inez menyelipkan selembaran kertas itu dikolong meja Didi, kakak kelasnya. Orang yang selama ini Zisthy idamkan saat pertama kali bertemu dia.  Oh No! ini gak mungkin, pasti Inez becanda sama gw. Tapi kalo beneran iya… mati bediri deh gw!!! Cinta yang selama ini gw pendam sendiri, sebentar lagi bakal jadi gossip terhangat satu sekolah…
“Tenang Zis, gw cuma pengen ngebantu loe doang kok!” Jelas Inez menenangkan hati sobatnya.
“Gila loe. Ini sih namanya bukan ngebantu tapi nyelakain sobat sendiri.” Emosi Zisthy mulai meledak keluar.
“Tenang, besok pagi loe datang lebih awal sebelum anak-anak lain datang. Gw bakal tunggu loe di depan kelas Didi, loe taukan kelas dia? Kelas XII yang ada di ujung lorong sana.” Jelasnya sambil menunjuk kelas Didi.
***
Malam yang begitu sunyi untuk seorang gadis yang sedang dilanda tragedi cinta, menambah kegalauan hati sang cewek yang sedang jomblo. Selembaran yang berisikan isi hati Zisthy, kini telah jatuh ketangan pria idamannya, Didi. Huh, gawat nih! Bisa-bisa besok gw gak bakalan yang namanya masuk sekolah!
Saat angin berlari
Ketahuilah bahwa aku ada untuk memelukmu
Saat sang surya menyinari
Ketahuilah bahwa aku selalu memandangmu
Saat hujan membasahi bumi
Ketahuilah aku mengejarmu
Kuingin kau tau aku menanti
Kuingin kau sadar aku berharap
Kuingin kau merasa bila aku mendamba
Hati yang lama kosong
Kini telah terisi
Karena kuingin kau membalas cintaku
Memberi hatimu dan menyadariku

To : Didi
Yupz, puisi itu tertulis pada selembaran kertas yang udah Inez ambil dari tas Zisthy. Entah besok apa yang terjadi setelah Didi membaca selembaran kertas itu.
***
/DUA

Kriing…Kring… suara jam beker bernyanyi mendayu-dayu dikamar Zisthy, membangunkan dirinya dalam mimpi indah semalam. Dengan mata yang masih terkantuk ia pergi ke kamar mandi.
***
Disekolah, Inez sudah berada didepan  kelas Didi.
“Zisthy…” panggil Inez dengan suara lantang.
Zisthy berlari kecil ke arahnya, kepalanya terlihat menatap sekelilingnya. Tak ada orang sama sekali, kecuali dia, Inez dan seorang satpam di gerbang.
“Ya, kenapa Nez?” Tanya Zisthy terengah-engah.
“Nih!” jawab Inez, menyodorkan sehelai surat yang terbungkus rapi.
Zisthy menerima surat itu, dan bergegas ke kelas bersama sobatnya. Surat yang terbalut amplop warna pink itu lalu dibuka dan dibaca oleh Zisthy, matanya terbelalak melihat tulisan kata demi kata itu. Bagaimana tidak, kata-kata ini sepertinya balasan dari puisinya kemarin.
Omong kosong dengan segala teori
Yang kau berikan padaku
Jauh darimu…
Menuntutku tau keberadaanmu…
Kau bagaikan kelopak putih yang jatuh saat hujan…
Hati Zisthy sedikit sakit, namun terasa lega. Sobatnya yang sedari tadi ikut membaca kata-kata itu, mulai berkomentar dan menyuruh Zisthy membalas puisi dari Didi.
“Tadi gw ambil dari kolong meja Didi, soalnya kemarin gw tulis kalo mau balas taruh kolong mejanya. O,iya. Mending loe balas lagi deh puisi dia ntu! Kalo bisa dari lubuk hati loe yang paaaling dalam!” jelas Inez lebay.
“Loe sih enak, tinggal nyuruh-nyuruh. Gw pusing tau! Lagian kenapa sih loe ngelakuin hal sebodoh ini?” Tanya Zisthy uring-uringan.
Sunyi senyap saat itu. Namun tak lama sunyi itu terpecahkan karena ada seorang cewek masuk keruang kelas. Dia Desy, cewek yang lumayan centil dikelas X8.
***
Dikelas XIIipa1
“Di, loe udah balas puisi dari cewek pengagum loe?” Tanya Iwan.
“Udah dan sekarang surat itu udah hilang dikolong!” jawab Didi.
“Oh…” Iwan mengangguk.
Dalam raut wajah Didi, terlihat ia seperti orang kebingungan. Yupz, mungkin karena puisi Zisthy kemarin. Tapi, mungkin juga dia lagi ada masalah sama ceweknya. Eh, tunggu! Cewek?? What? Didi punya cewek? Diakan udah putus sama ceweknya, gara-gara ceweknya selingkuh. (Oh no, kasian banget!)
***
Papan tulis terlihat bersih mengkilap di depan kelas X8. Sunyi sepi itulah yang dirasakan oleh setiap guru maupun siswa yang lewat. Bagaimana tidak, Bu Rani mengadakan ulangan dadakan Matematika. Terlihat Zisthy begitu santai mengerjakan soal demi soal yang ia baca, angka-angka yang berderet pada kertas itu sudah dia bereskan. Walau ada sedikit kendala pada sobatnya yang duduk disebelah.
“Zis, gw liat nomor 8 dong! Gw tinggal 1 doang nih,” pintanya menyenggol sikut Zisthy.
“Sory ya. Menurut gw, loe pasti bisa ngerjain nomor 8 ntu, soalnya nomor itu bagi gw yang paling gampang,” jawab Zisthy  dan mengumpulkan lembar jawaban ke meja Bu Rani.
“……”
***
Jam pulang sudah berbunyi dari tadi, namun Zisthy dan sobatnya belum juga pulang. Yupz, apalagi kalau bukan mau naruh sehelai surat di kolong meja.
“Zis, gw liat dulu dong!” pinta Inez.
“Nih, tapi buruan yah!” ujar Zisthy, lalu menyodorkan kertas itu.
Kau bilang aku bagaikan kelopak putih yang jatuh saat hujan…
Namun kau salah besar
Karena bagiku aku hanya bunga yang ada ditepi jalan
Yang tak akan ada mengerti aku
Aku hanya bisa menatap senyummu
Memandang semua tentangmu…
Akankah kau akan menyadari keberadaanku…
Walau kau bilang aku menuntut
Tapi aku rasa tidak…
Karena cintaku tak menuntut
Tetapi mengerti…
“Mungkin keberadaanku membuatmu kalut! Maaf ku ucapkan padamu untuk yang pertama maupun yang terakhir. Tak usah kau hiraukan tulisan-tulisanku ini, karena aku tak akan mengganggu dirimu untuk selamanya”
“Keren juga puisi loe,” puji Inez.
“Biasa aja,” jawab Zisthy malu.
“Eh, tunggu-tunggu…kok ada tulisan kayak gitunya?”
“Gapapa!”
***
/TIGA

“Nez, pulang sekolah nanti anter gw ke toko buku yah!” pinta Zisthy.
“OK! Pulang dulu atau langsung nih?” Tanya Inez.
Tak ada satu kata pun yang terucap di bibir Zisthy, yang ada dia diam terpaku. Matanya seakan menimbulkan perasaan yang sedang cemburu. Inez yang merasakan suasana itu, matanya langsung mencari-cari insiden itu. Terlihat mereka memperhatikan sepasang manusia yang sedang bercakap ria.
“Kakak mau ke kelas yah?” Tanya Desy
“…” laki-laki itu hanya mengangguk.
“hati-hati ya, kak!” ucap Desy manja dan melambaikan tangannya.
Ternyata yang membuat geram hati Zisthy adalah mereka, Desy dan Didi.
“Udahlah Zis, tabah aja yah,”
“Siapa yang cemburu emang?” Zisthy membalikkan perkataan sobatnya.
***
/EMPAT

Dua minggu kemudian…
Hari ini terlihat cuaca sangat cerah. Beda dengan hati seorang gadis yang bernama Zisthy, yang begitu mendung saat ini dan terasa matanya ingin menghujani pipi yang begitu imut yang ia miliki. Hati yang ia miliki seketika hancur berkeping-keping, raganya terasa berat tuk melangkahkan kaki, bibirnya terasa hambar tuk menjelaskan apa yang ia rasakan. Di sudut kantin ia menangis dalam hadapan sobatnya, Inez.
“Nez, kenapa sih gw harus suka sama Didi? Orang yang selalu acuh kalo ngeliat gw. Kenapa nggak cowok lain yang selalu baik sama gw? Andi misalnya, apa gw salah kalo suka ama dia?” Tanya Zisthy tersedu-sedu menghapus air matanya.
“Tenang aja ya, Zis. Loe gak salah kok, setiap orang bisa ngerasain yang namanya jatuh cinta. Dan cinta itu selalu datang tanpa kita undang terlebih dahulu, maupun kepada siapa kita mencintai seseorang. Terkadang cinta bisa ngebawa kita dalam kebahagiaan tapi juga bisa menyayat hati seseorang yang tak bisa mengerti cinta. Denger ya Zis, cinta itu gak selalu harus memiliki kok. Mungkin suatu saat nanti, loe bakal nemuin cowok yang lebih dan lebih baik dari Didi,” panjang lebar Inez menjelaskan pada Zisthy dan menenangkan sobatnya.
“Thanks ya, Nez. Mungkin ucapan loe ada benernya juga! Tapi kenapa Didi harus jadian sama Desy? Dan kenapa juga Didi gak ngerti perasaan gw?”
“Zisthy, sobat gw yang manis, cantik, imut, baik, pinter, jangan nangis lagi yah. Lagian masalah Didi jadian sama Desy itukan cuma gosip, jangan terlalu loe pikirin deh! Dan satu lagi, Didi gak bakalan ngerti perasaan loe.” tutur Inez.
“Kenapa???”
“Karena loe dan Didi selalu jauh, dan lagi Didi gak tau kalo loe suka sama dia. Ngerti?”
Memang benar yang dikatakan Inez, Didi mana mungkin ngerti perasaan gw! Tapi, masalah Desy… tetap aja hati gw sakit. Hampir setiap hari gw lihat mereka ngobrol di sekolah. Dan yang paling gw kesal, pas gw memergoki mereka pulang bareng. Serasa dunia gw udah hancur tak tersisa.
***
Hati gadis itu sudah sedikit membaik, walau terasa ada beberapa yang mengganjal hatinya. Zisthy berjalan dikoridor sekolah dengan santai, menatap sekelilingnya. Tak ada yang menarik perhatian maupun pendengarannya, namun saat ia melihat kembali kedepan…Wow! Seperti mimpi rasanya, Didi menatap dan tersenyum padanya! Dia balas senyuman dengan tatapan yang ia buat manis untuk laki – laki itu, namun Didi kembali menunduk dan Zisthy pun tak menghiraukan kejadian itu karena ia sangat kesal pada yang satu ini. Terlihat olehnya segerombol anak cewek sedang bergosip ria, ia hampiri mereka.
“Guys, tau gak? Katanya nih, Didi pernah main kerumah Desy loh!” ucap salah satu cewek.
“Masa sih? Didi yang kakak kelas itukan? Kapten basket yang terkenal dikalangan anak cewek!” Tanya cewek satu lagi.
What??? Kenapa ini??? Baru aja gw ngelayang gara-gara Didi, sekarang gw ngedenger berita gak enak kayak gini! Tapi, buat apa Didi main kerumah Desy? Bukannya mereka gak pacaran??.
“Wah, hebat banget ya si Desy. Bisa dapetin kakak kelas secakep itu!” puji seorang cewek yang ada disitu.
“Emang waktu hari apa Didi main kerumah Desy?” Tanya Zisthy jutek.
“Kalo nggak salah sih… hari rabu kemarin!”
“Oh…” jawabnya datar.
“Loe kok cuma oh? Itukan berita OK banget!” Tanya cewek itu.
“Gak juga! Lagian gw tau kok asal-usul kenapa Didi main kerumah Desy.” Jawab Zisthy menjelaskan.
“Gimana…gimana?? Ceritain dong!” pinta mereka bersamaan.
“Rahasia!” jawab Zisthy dan pergi meninggalkan mereka.
“Rese loe, Zis.”
Terdengar suara cewek-cewek itu mendumal tentang diri Zisthy. Namun, Zisthy tak menghiraukannya, dia tetap terus berjalan tanpa membalas dumalan cewek-cewek itu. Pasti Didi gak main kerumah Desy, pasti waktu itu Didi Cuma nganterin Desy pulang dan gak lebih dari itu. Pikir Zisthy menenangkan diri. Tapi, gimana kalo bener-bener iya? Terus gimana kalo waktu itu Didi nembak Desy? Bisa gawat nih, lagian akhir-akhir ini mereka keliatan akrab banget. Pikiran Zisthy makin kacau tak bisa dikendalikan.
***
Dikelas, terasa nyaman dan damai. Hari ini pembagian hasil tes minggu lalu oleh Bu Rani. Hati Zisthy berdebar-debar menunggu namanya dipanggil. Namun, disisi lain dia selalu saja dihantui bayangan Didi saat ia menatap dan tersenyum pada dirinya. Benar-benar untuknya seorang.
“Desy Septiany…” panggil Bu Rani.
“Iya,” Desy maju dan mengambil hasil tesnya
“Kamu harus belajar yang lebih rajin lagi!” ucap Bu Rani.
Hah? Mata Zisthy terbelalak, terdengar nasihat dari Bu Rani yang ia ucapkan untuk Desy. Memang kalo soal pelajaran, Desy kurang menguasai. Tapi dalam masalah cowok, ia lebih pintar dari seorang gadis yang bernama Zisthy.
“Denger tuh, Gak mungkinlah Didi suka sama Desy. Mending loe deh daripada dia!” kata Inez.
“Jangan gitu. Cinta itu gak mandang bulu! Mau dia cantik, jelek, pinter, bodoh, itu hak seseorang untuk memilih pasangannya.” Jelasnya.
***
/LIMA

Matahari saat ini tak tampak, hanya awan yang terlihat mendung menghiasi langit. Sepertinya, langit tau perasaan seorang gadis bernama Zisthy akhir-akhir ini. Dia dan Inez hari ini tak pulang bareng, karena hari ini pacar Inez di Bandung akan pulang ke Jakarta. Dan ia harus menjemputnya ke bandara, moment yang mengesankan bagi setiap pasangan. Entah hari ini mengapa Zisthy ingin berjalan kaki pulang kerumah. Padahal rumahnya cukup jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Saat dia tiba disebuah jalan yang sedikit sepi dan menakutkan, ia melewati beberapa preman, tapi preman itu mengejar dirinya dan menghalanginya untuk kabur. Zisthy berteriak minta tolong, namun ia rasa tak ada orang yang mendengar. Matanya merah, tak terbendung akhirnya ia memejamkan mata dan menangis. Saat ia  membukakan matanya kembali, waw! Preman-preman itu sudah tidak ada, yang ada hanya sesosok cowok yang tak asing lagi. Cowok yang membuat seorang Zisthy menangis karenanya.
“Kak Didi? Kok kakak ada disini?” Tanya Zisthy terbata-bata karena masih shyok.
“Tadi aku kebetulan lewat,” jawabnya.
“Makasih ya, mungkin kalo nggak ada kakak…” belum sempat Zisthy lanjutkan.
“Sst…” Didi menempelkan telunjuknya pada bibir Zishty. “Jangan ngomong kayak gitu yah,” ucapnya.
“…”
“Sekarang aku anterin kamu pulang yah?” tawar Didi.
“Gak usah kak, aku lagi pengen jalan kaki kok,” tolak Zisthy.
“Kenapa? Biasanya kamu bareng Inezkan naik mobil. Kalo nggak bareng Inez kamu biasanya naik taxsi,” Tanya Didi.
“Aku juga nggak tau, kenapa hari ini aku ingin jalan kaki,” jawab Zisthy polos.
Airmata terus saja menggenangi pipi gadis itu, tak terasa sehelai saputangan telah menampar pipinya dengan lembut. Sunyi senyap sesaat diantara mereka. Tiba-tiba langit menangis, mungkin ia merasa iba dan kasihan pada gadis yang sedang galau oleh seorang lelaki yang takkan membalas perasaannya. Bersamaan dengan hujan, air matanya ikut berjatuhan.
“Pulang yuk!” ajak Didi.
“Ya,” hanya itulah kata yang dilontarkan pada lelaki yang berada dihadapannya. Tak ada kata lain lagi yang keluar dari mulutnya. Zisthy menaiki motor itu dan melaju pergi kerumahnya. Gadis itu memeluknya erat dan terus menangis hingga matanya merah dan tak bisa mengeluarkan airmata lagi.
***
Malam begitu kelam, Zisthy mengambil diary kesayangannya. Dan mulai mencurahkan isi hatinya…
Dear Didi…
Sengaja kurangkai kata untuk menyatakan hatiku padamu. Tapi, tak mungkin rangkaian kata ini ku serahkan untukmu. Karena ku tau, kau tak pantas untuk tau isi hatiku.
Dari awal bertemu denganmu, kurasakan butiran-butiran simpati jatuh dihatiku yang tumbuh menjadi benih-benih cinta. Awal bertemu yang begitu mengesankan.
Aku yakin, kau akan bingung akan pernyataan yang ku tulis ini. Mungkin juga kau merasa aku menuntutmu agar tau keberadaanku. Namun kau salah besar, karena cintaku tak menuntut tapi mengerti.
Detik-detik kujalani tanpa beban dihatiku. Karena dirimu, tawamu, candamu selalu menghiasi lamunanku.
Aku ingin kau merasakan apa yang ku rasa. Jatuh cinta padamu…hal paling menakjubkan bagiku…karena itulah awal aku mengenal CINTA.
***
ntukmu. . a.
/ENAM

Setelah kejadian itu, Zisthy sangat enggan melihat Didi. Saat berangkat, dia selalu datang saat bel berbunyi. Istirahat, ia memilih untuk tak keluar kelas. Bel pulang, dirinya memilih untuk langsung pulang sebelum Didi keluar kelas. Lagian, kedekatan Didi dengan Desy masih sama dengan yang dulu. Tapi pada pandangan Zisthy, Didi sedikit menjauh dari Desy.
“Zis, ke Mall yuk! Anter gw beli baju.” Ajak Inez.
“Gak ah!” jawab Zisthy singkat.
“Zis, loe kenapa sih akhir-akhir ini loe gak pernah keluar kelas saat istirahat dan loe juga selalu pulang buru-buru saat bel pulang bunyi. Kenapa sih loe? Sekarang loe udah mulai tertutup sama gw, padahal biasanya loe selalu cerita masalah loe ke gw,” ucap Inez marah.
“Bukan maksud gw buat…”
“Alah, bilang aja sekarang loe udah bosenkan sobatan sama gw?” Tanya Inez dan berlari keluar.
“Nez tunggu!” panggil Zisthy mengejarnya.
Namun Inez tak menghiraukan panggilannya, mungkin ia benar-benar marah pada Zisthy.
“Nez, ok sekarang gw bakal ikut ke mall dan ceritain semua yang terjadi sama gw akhir - akhir ini.” Teriak Zisthy mencoba menjelaskan dan menghampiri sobatnya.
Inez tersenyum dan berkata, “Ayo Masuk!” dan membuka pintu mobilnya.
***
“Bener Zis?” Tanya Inez semangat.
Setelah Zisthy menjelaskan apa yang terjadi kemarin-kemarin termasuk soal Didi.
“…” Zisthy hanya mengangguk.
“Kayaknya, dia juga suka deh sama loe?” kira Inez.
“Gak mungkinlah, Nez. Mana bisa Didi suka ama gw? Lagian sekarang Desy sama Didi masih keliatan akrab. Malahan kelakuan Desy makin centil didepan Didi dan sok caper didepannya,” bantah Zisthy.
“Iya juga sih,” terlihat ia sedikit berpikir.
Sejenak mereka terdiam, Zisthy menatap sekeliling kafe itu. What?? Itu bener-bener Didi? Gak mungkin, pasti cuma halusinasi, pikirnya.
“Zis, loe kenapa?” Tanya Inez membuyarkan pandangannya.
“Ta…tadi gw liat Didi sama Desy,” ucap Zisthy ragu.
“Masa? Dimana?” tanyanya semangat.
“Itu disitu!” tunjuk Zisthy, namun keberadaan Desy dan Didi sudah tak tampak.
“Gimana kalo kita cari tau?” usul Inez.
Zisthy hanya mengangguk, dan akhirnya mereka berdua benar-benar membuntuti Didi dan Desy. Saat mereka masuk kedalam toko aksesoris dan mainan cewek, hati Zisthy sudah terasa berat untuk dibawanya. Ingin rasanya hatinya ia simpan dulu di rumah. Mereka melihat sosok Desy dan Didi tertawa ceria bersama. Mereka memilih-milih boneka yang begitu lucu. Kenapa ini? Apa mereka benar-benar pacaran? Dan sekarang mereka sedang kencan?.
***
“Udahlah Zis, hal kayak gitu gak usah loe pikirin!” suruh Inez, membuyarkan lamunan Zisthy.
Walau Inez mengatakan seperti itu, tapi tetap saja sobatnya itu memandang ke bawah dekat jendela. Ya, saat itu mereka sedang ada dirumah Zisthy. Dia melihat beberapa pasangan yang melewati rumahnya, begitu mesra kelihatannya. Teet…teet… suara bel pintu rumah Zisthy, namun dia tak membukakan pintu karena malas. Dan akhirnya Inez yang membukakan pintu.
“Maaf mbak, apa benar ini rumah nona Zisthy?” Tanya pria separuh baya itu.
“Iya, benar. Ada apa ya, pak?” Tanya Inez.
“Ini ada kiriman bunga untuk nona Zisthy, dan tolong tanda tangani disini!” pinta bapak itu memberikan bunga dan menunjukkan selembar kertas yang harus ditanda tangani.
Setelah menanda tangani, Inez langsung berlari kearah kamar Inez. Dan berteriak tak karuan.
“Zis…Zisthy…” teriaknya.
“Ada apa sih? Penting yah teriak-teriak dikamar gw?”  omelnya sensi.
“Liat deh Zis,” ujar Inez senang.
“Apaan sih?” Zisthy membalikan badannya kearah Inez. “Wah! Bagus banget bunganya? Loe dapet dari mana?” Tanya Zisthy memuji.
“Dapet dari pengirim bunga, ini bunga buat loe lagi!” jelas Inez.
Zisthy mendekati keberadaan Inez, yang tak jauh darinya. Ia melihat kartu ucapan yang terselip di bunga itu. ‘Aku kangen sama kamu’ itulah kata-kata yang tertera dikartu itu. Dan saat matanya tertuju pada nama pengirimnya, dia terlonjak kaget. Bagaimana bisa dia tau alamat rumah gw? Padahal gw gak ngasih alamat baru gw ke dia, kecuali Clarissa, sepupu gw.
“Zis, loe kenapa?” Tanya Inez.
“I…ini yang ngi…rimnya, cowok yang pernah gw suka dulu. Rega, kenapa dia bisa ngirim bunga ini? Padahal gw udah berusaha ngelupain dia dan sekarang gw suka sama Didi, tapi kenapa Rega datang lagi ke kehidupan gw?”
***
/TUJUH

Matahari sudah memancarkan sinarnya kebumi, dengan gagahnya ia memanaskan isi bumi (ga sampe hangus!). Hari yang cerah bagi semua orang, namun tak secerah dengan keadaan sekarang. Semua siswa berbaris dengan rapi, kepala sekolah telah membuang kata demi katanya kepada mereka. Keringat telah membasahi sekujur tubuh, namun kepala sekolah yang berada didepan tetap saja tak menghiraukan mereka.
“Anak-anak, ada kabar gembira untuk kalian semua!” ucap Kepala sekolah.
Mendengar ucapan tersebut anak-anak menjadi heboh dan antusias, termasuk Zisthy.
“Hari ini kalian kedatangan teman baru, dia pindahan dari Bandung!” tambah kepala sekolah.
Sedangkan dibarisan Zisthy, terdengar siswa maupun siswi berbisik-bisik.
“Emang siapa sih anak barunya? Kok ampe diumumin pas upacara gini?” Tanya salah satu cewek disana.
“Gak tau, anak pejabat kali,” tandas temannya.
Namun didepan lapangan…
“Mari nak, silahkan!” mohon kepala sekolah.
Tak lama, muncul sesosok cowok yang begitu keren dan cool menghampiri kepala sekolah. Semua mata tertuju padanya, dan saat Zisthy perhatikan kedepan…… TIDAK!!! Oh No! matanya, postur tubuhnya, cara berjalannya… dia… adalah Rega. Apa?? Rega? Kok bisa Rega pindah kesekolah yang sama denganku?.
“Nama saya Rega, saya pindahan dari Bandung!” ucapnya memperkenalkan diri.
***
Dikelas…
“Zis, dulu di bandung loe satu sekolah yah sama Rega?” Tanya salah satu cewek.
Cewek-cewek dikelas Zisthy berkerumun dimejanya, ia begitu mual, pusing dan terasa ingin muntah. Semua cewek-cewek itu mengintograsinya satu per satu. Tanggal lahir Rega lah, hobinya, cewek tipe dia kayak gimana, warna favorit, alah pokoknya banyak deh. Nih cewek-cewek pada rese banget sih? Gak tau yah, dulu gw juga  pernah suka sama Rega dan nyari informasi tentangnya mati-matian. Enak aja sekarang gw kasih tau ke mereka.
“Iya!” jawabku singkat.
“Terus…terus…?” lanjut cewek itu.
“Dia lahir tanggal 14 februari, hobinya main basket, tipe cewek yang dia suka……baik, sederhana, gak centil, n yang paling penting dia nggak terlalu merhatiin penampilan luarnya cewek melainkan inner beauty yang dimiliki sang cewek dan yang terakhir dia suka warna ungu!” jelas Zisthy panjang lebar, walaupun semua jawaban itu ia asal jawab.
Teet…teet… bunyi bel, Pak Irawan sudah diambang pintu beserta Rega. Cewek-cewek yang tadi berkerumun dimeja Zisthy sudah berlarian ketempat masing-masing. Widih…kok bisa Rega sekelas sama gw?
“Zis, pangeran zaman kibenen loe dateng tuh!” bisik Inez meledek.
“Apa sih?”
***
Dua hari kemudian…
Hari ini seperti bencana bagi gadis yang bernama Zisthy, semua cewek berterima kasih padanya. Sedangkan dia tidak tahu apa penyebabnya.
“Thanks ya Zis,” ucap kesekian cewek.
“Makasih buat apa sih?” Tanya Zisthy heran.
“Masa loe gak tahu? Kemarin gw ngasih dia sepatu basket warna ungu dan ternyata dia suka banget sama sepatu itu. Yah, kemarin juga banyak sih yang ngasih hadiah ke Rega. Malah ada juga cewek yang pura-pura baik didepan Rega,” jelas cewek itu padanya.
“Oh, iya sama – sama !” jawab Zisthy.
Wih, kok bisa Rega suka warna Ungu dan sejak kapan dia main basket? Gedubrak!!!
“Auw…” rintih Zisthy kesakitan.
“Sory, gw gak sengaja!” ucap cowok itu mengulurkan tangannya.
“Hah, Rega?” ucapnya kaget. Zisthy langsung berdiri.
“Eh, Zisthy! Kok loe tahu sih gw suka warna ungu dan suka main basket? Loe tau dari mana? Jangan-jangan loe suka yah sama gw?” Tanya Rega mendekatinya.
Zisthy langsung lari meninggalkan Rega di koridor sekolah dan langsung menyusul Inez dikantin.
***
/DELAPAN

Entah apa yang terjadi kemarin-kemarin pada Didi, sekarang dia mulai sering menyapa Zisthy. Gosip tentang dirinya pacaran dengan Desy pun dia jelaskan pada Gadis itu dan ternyata mereka itu hanya berteman. Dan akhirnya pun mereka terkadang mengobrol ria. Aneh! Seperti ada keajaiban yang sedang mengelilingiku. Tapi, syukurlah akhirnya aku bisa akrab dengan Didi.
***
Hari-hari Zisthy lewati seperti biasa, matahari masih saja menyinari bumi. Tapi, seperti ada yang ganjil dihidup Zisthy kali ini. Semenjak ia akrab dengan Rega, Didi semakin lama semakin menjauh dari Zisthy. Ada apa ini, kok bisa jadi kayak gini?
“Kak, kakak kok sekarang jarang ketemu aku sih?” Tanya Zisthy.
“Aku sibuk! Udah yah, aku mau kekelas ada tugas!” jawabnya dan meninggalkan Zishty.
***
/SEMBILAN

Tiga bulan kemudian…
Makin lama, Zisthy semakin terpuruk. Rega begitu baik padanya, beda sekali dengan tempo dulu. Zisthy bahagia dengan sikap perubahan Rega, bahagia sekali. Namun disisi lain, ia terhimpit. Ternyata perasaannya tak bisa dibohongi, rasa itu ia pikir akan lenyap dengan sekejap tapi yang ada rasa itu semakin dalam menggali hati Zisthy. Ia tak bisa jauh dari Didi! Walau akhir-akhir ini dirinya akrab dengan Rega, bukan berarti dia suka dengan Rega.
“Loe kenapa sih Zis?” Tanya Inez sambil memilih aksesoris yang ia suka.
“Ah, nggak kok! Aku nggak kenapa-napa!” jawabnya kaget.
***
Matahari terlihat bersedih, ia tak memancarkan sinarnya kebumi. Yang ada hanya awan-awan hitam yang menutupi sang surya. Dijalan Zisthy dan Inez mengobrol ria, namun tiba-tiba obrolan mereka terhenti. Kami melihat orang berkerumun ditengah jalan.
“Nez, kayaknya ada yang kecelakaan deh!” ucap Zisthy.
“Iya, liat yuk!” ajak Inez.
Mereka pun menyusup ke sela-sela kerumunan itu, terlihat seorang cowok berseragam putih abu-abu.
“Cepat tolong dia!” teriak salah seorang dari mereka.
Entah apa yang menarik raga Zisthy untuk menghampiri cowok itu. Zisthy perlahan membuka helm yang terbalut di kepala cowok itu. Dan ternyata…Didi.
“Didi, kok bisa? Kenapa, kenapa semuanya harus terjadi? Kak bangun…” teriak Zisthy mengguncang-guncang tubuhnya. “Kak, plis…aku sayang banget sama kakak. Kak, kakak! TIDAK!!!”
***
Dirumah sakit, Zisthy tak bisa berpikir dengan realis. Semuanya kacau dan buyar. Inez yang dari tadi memandanginya mondar-mandir didepan pintu, mengusulkan agar menelepon Rega. Tanpa pikir panjang, Zisthy langsung meraih hp nya di ransel.
“Hallo, Rega?” sapa Zisthy.
“Iya, kenapa Zis?” Tanya Rega di seberang sana dengan santai.
“Reg, Didi. Didi…” belum sempat Zisthy merangkai kata-katanya.
“Didi kenapa? Ada apa dengan dia?” Tanya Rega ikut panik.
“Didi…Didi kecelakaan Reg” jawab Zisthy sedih.
“Apa? Sekarang loe ada dimana? Biar sekarang gw kesana nyusul loe!”
“Di…Rumah Sakit Harapan Sehat!” jawab Zisthy singkat.
Tuut…tuut…sambungannya dengan Rega terputus, mungkin Rega langsung kesini.
“Gimana?” Tanya Inez.
“Bentar lagi dia datang.” Jawabnya lemas.
Satu jam kemudian dokter keluar dan berbicara pada Zisthy, begitu cemas yang dirasakannya saat ini.
“Apa anda yang bernama Zisthy?” Tanya dokter
“Iya, saya Zisthy. Ada apa ya, dok?”
“Teman anda memanggil nama anda berulang kali, sebaiknya anda menemui teman anda, mungkin ada yang mau dibicarakan.” Jawab dokter
“Baik dok.” Jawabnya. “Nez mau masuk gak?” Tanya Zisthy.
“Gw tunggu disini aja, kayaknya Didi mau bicara penting deh.” Tolak Inez.
Ketika hendak masuk, dari kejauhan ada yang memanggil nama Zisthy.
“Zisthy………tunggu,” panggil Rega dari kejauhan.
“Rega……akhirnya kamu datang juga, sebentar ya, dok.” Ucap Zisthy kaget.
“Sory lama, tadi jalanan macet banget.”
“Reg……sekarang kita masuk aja yuk!”
“Zisthy…Zisthy…” Didi memanggil-manggil nama Zisthy.
“Iya, Kak. Aku ada disini, nich Rega juga datang, tadi aku telepon dia terus dia langsung kesini.” Jawab Zisthy.
“Reg, gw mau ngomong sama loe.” Ucap Didi tiba-tiba.
“Iya, kenapa Di?” Tanya Rega mendekat.
“Rega, gw mohon kalo gw nggak ada, loe harus jagain Zisthy dan jangan sekali-kali loe nyakitin perasaan dia.” Ujar Didi.
“Didi…loe nggak boleh ngomong gitu, yang berhak dicintai Zisthy itu loe, bukan gw. Gw sadar kok Di, selama ini loe cinta bangetkan sama Zisthy. Gw juga sadar kalo selama ini gw selalu merebut apa yang loe punya. Loe sayangkan sama Zisthy. Di, ayo bertahan. Loe itu cowok, jangan nyerah gitu dong! Loe jangan pergi, seharusnya gw yang pergi, bukan loe.” Panjang lebar Rega menjelaskan semua nya dengan nada menyesal.
“Tunggu, ada apa ini? Kok kalian ngobrol kayak gitu? Terus apa maksud dari Rega selalu merebut apa yang Didi punya?” Tanya Zisthy penasaran sambil mendekati mereka.
“Sory Zis, selama ini aku nggak pernah bilang ini sama kamu. Sebenarnya kita berdua itu saudara tiri.” Jelas Didi.
“Apa???” teriak Zisthy tak percaya.
Suasana menjadi hening dan sunyi, Zisthy hanya bisa terdiam mendengar pernyataan Didi. Apa? Mereka saudara tiri? Kenapa, kenapa kejadiannya harus kayak gini sih?
“Didi, bertahan Di. Maafin gw kalo selama ini gw nyusahin loe.” Ujar Rega membuyarkan lamunan gadis itu.
“Kakak!!! Kakak kenapa? Pliss kak, jangan tinggalin aku. Aku sayang banget sama Kakak,” ucap Zisthy memegang tangan Didi.
“Hidupku tinggal hitungan detik, Zis. Aku ingin kamu belajar mencintai orang yang mencintai kamu yah. Yaitu Rega, kamu harus ngelupain aku dan membuka lembaran baru dengan Rega.” Jelas Didi panjang lebar sambil mempersatu kan tangan Zisthy dan Rega. Dan … Didi pun menghembuskan nafas terakhir.
“Kak……Kakak kamu harus tetap hidup, kamu nggak boleh pergi ninggalin aku…” ujar Zisthy lirih sambil memeluk Didi.
“Didi, begitu cepat loe pergi ninggalin kita.” Kata Rega
***
Akhirnya Zisthy mengikuti perintah Didi yaitu harus mencintai Rega, begitu juga dengan Rega. Walaupun Zisthy pernah menyukai Rega, tapi rasa itu sudah hilang dan sekarang dirinya harus belajar mencintai Rega. Karena dalam diri dan lubuk hati Zisthy hanya ada satu cinta yaitu Didi.
***
/EPILOG

Seminggu setelah pemakaman Didi, Zisthy selalu kerumahnya seminggu sekali untuk membereskan tempat tidurnya. Dan berkunjung menemui Rega. Dikamar Didi Zisthy merenung, betapa bahagianya dulu saat-saat bersama Didi. Tak disangka air mata Zisthy membasahi pipi, ia sudah tak bisa membendung air matanya lagi.
“Udah dech, yang lalu biarlah berlalu. Biarkan Didi pergi dengan tenang.” Hibur Rega yang baru masuk.
“Aku sayang banget sama Didi. Aku nggak bakal ngehapus namanya dari dalam hatiku.”
Tiba-tiba Rega memeluk Zisthy, Zisthy menangis di pelukan Rega. Begitu hangat ketulusan hati Rega untuknya bisa ia rasakan disini.
“Gw nyesel, Zis. Begitu banyak pengorbanan Didi yang dilakuin buat gw.” Ujar Rega
     Sekarang, Zisthy dan Rega mencoba untuk saling mencintai satu sama lain karena itu adalah permintaan Didi yang terakhir pada mereka. Ya……walaupun Didi tidak bisa hilang dari benak diri Zisthy, tapi mereka berdua sudah bisa memahami satu sama lainnya.
***
Rega Love Zisthy
Akan Selalu ABADI Walau Kau Takkan Bisa…

Hatiku adalah hatimu
Sayangku selalu untukmu
Rasaku ada dalam rasamu
Ragaku telah menjadi milikmu
Bagiku hanya satu yang abadi
Yaitu…CINTA
Cintaku padamu
Dan Cintamu padaku
Dimana hanya CINTA yang bisa
Yang takkan MUSNAH
Hmmm…… cerita ini emang sedikit mirip dengan kisah gw waktu sma, dan sengaja gw buat supaya gw selalu bisa ngenang dia………… meskipun hati gw sakit buat ngingetnya tapi itu kenangan termanis buat gw.. hahaha lucu emang. Karena gw terlalu terobsesi dengan dia, karena bagi gw dia itu cowok yang perfect dimata gw. Beda ma cowo laen, walaupun dia itu gag pernah meduliin gw????????????? Hey kamu, iya kamu, kapan gw bisa ketemu lo lagi??? Udah 3 taun w ga ngeliat lo… gw Cuma bisa liat poto loe, status loe di fb, kegiatan lo,, nyadar gag sih lo w perhatiin???
Ya Allah, gw Cuma pengen satu dariMu,, gw Cuma pengen dia sadar kalo gw tu ada, gw Cuma pengen jadi temennya………………………



(Hahaha, lucu yah. Itu tulisan saya beberapa tahun yang lalu. Baru saya publikasikan sekarang.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar